Siapa yang
tidak asing dengan aktivitas mencontek? Rasa-rasanya mencontek telah dikutuk
menjadi budaya yang mengakar pada masyarakat Indonesia. Isu mencontek menjadi
perbincangan yang tidak pernah jenuh di negeri ini, apalagi ketika ujian
berlangsung. Mencontek bagaikan virus yang menggerogoti kemampuan individu
untuk mengambangkan kemampuan dirinya. Mencontek dapat dilakukan dengan cara
membawa kepekan, tanya jawaban maupun
melihat jawaban teman.
Mencontek
menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan semua Negara. Bahkan Harvard
University menskors 60 Mahasiswa akibat mencontek seperti yang dikutip oleh Republika.co.id
(02/02/2013). Mirisnya lagi, mahasiswa calon guru di berbagai Universitas di
Indonesia pun mencontek ketika ujian berlangsung. Meskipun hal ini kurang di eskpos dalam media massa. Padahal mereka
adalah agen yang diharapkan mampu membawa pendidikan Indonesia ke arah yang
lebih baik.
Tindakan
mencontek dapat berasal dari ketidaksiapan individu dalam menghadapi ujian.
Penguasaan materi yang kurang mengikis rasa percaya diri mereka dalam
mengerjakan ujian. Apalagi dengan target pencapaian nilai tinggi yang
menghantui siswa untuk mendapatkan nilai bagus, mencontek menjadi alternatif
yang digemari. Keleluasaan untuk mencontek pada saat ujian menambah peluang
terjadinya praktek percontekan di
dunia pendidikan.
Apalah arti
nilai B jika hasil dari mencontek. Mending mendapatkan nilai A dengan hasil
jerih payah sendiri. Hehehe. Tidak ada yang patut dibanggakan dari nilai hasil
mencontek. Karena itu bukan hasil usaha sendiri.
Praktek percontekan semakin kontroversial
seiring lumrahnya masyarakat terhadap kasus ini. Masyarakat yang kontra
mencontek menjadi minoritas yang terasing dalam negeri ini. Contohnya saja Ria,
Mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogja ini sempat merasa hina
karena tidak mencontek. Loh, harusnya kan kebalikannya? Apa-apaan ini! “Saya
merasa terkucilkan saat Ujian Nasional SMA dulu. Teman-teman yang mencontek
seakan menjauhi saya karena saya tidak mencontek dan menconteki mereka. Padahal
kan saya hanya berusaha berjalan di jalan yang lurus?” ujar gadis itu. Dia
menganggap kalau pertanggungjawaban nilainya harus berasal dari jerih payahnya
sendiri. Dia juga menganggap kalau mencontek itu perbuatan yang berdosa.
Namun bagi
masyarakat yang pro mencontek, mereka menganggap bahwa mencontek adalah dosa
putih guna menyelamatkan perekonomian negeri. Loh kok bisa? Pertama, mencontek
dapat membantu meluluskan siswa dari pendidikan sehingga tidak semakin
memberatkan beban orang tua. Padahal menurut orang yang kontra mencontek,
mereka malah membebani Negara. Lulusan hasil ‘praktek percontekan’ tidak sepenuhnya mengalami
pendidikan sehingga berpotensi menjadi tenaga kerja yang kurang berkualitas.
Mengalami berbeda dengan merasakan. Di sisi lain, tenaga kerja kerja yang
kurang berkualitas memiliki produktivitas kerja yang rendah.
Kedua,
mencontek adalah dosa putih yang perlu dimaklumi. Karena opportunity cost nya lebih besar. Kalau mencontek kan nilainya
lebih bagus, ahirnya menyengkan perasaan orang tua. Kalau orang kontra
mencontek bilang : “Haaaah? Macam mana pulak rupanya!” Niatnya sih bener
membahagiakan, tapi caranya yang salah. Bisa dikatakan opportunity dosanya juga besar soalnya sudah menyangkut orang tua.
Ketiga, mencontek
itu hal yang lumrah dilakukan oleh siapa saja. Bahkan pemerintah juga bisa
mencontek keputusan presiden dari luar negeri. Dan akhirnya orang kontra
mencontek akan menanggapi : “orang salah kok ditiru. Kapan benernya? Jadi,
kalau ada orang minum susu sambil salto juga ikut? Ababil banget sih :B”.
Keempat,
mencontek dapat mengasah otak kanan. Karena mencontek perlu kreativitas usaha
agar tidak ketahuan. Pelaku perlu gonta-ganti gaya mencontek untuk mengelabuhi
pengawas ujian. Mencontek juga menerapkan prinsip manajemen agar efektif dan
efisien. Ujung-ujungnya orang kontra mencontek menyeletuk “memangnya
kreativitas mencontekmu dapat menjamin suksesnya karirmu? Yang ada mencontek
malah meningkatkan potensi serangan jantung. Bukannya memikirkan apa yang
keluar pas ujian malah bingung mencari cara untuk mencontek. Dasar!“
Sudah-sudah.
Mencontek atau tidak itu masalah hati nurani. Orang yang dekat dengan sang
Pencipta pasti hati Nuraninya selalu mengajak untuk berbuat kebaikan. Toh, dosa
mencontek ditanggung oleh pelaku sendiri. Mencontek atau tidak adalah pilihan.
Pilihan untuk membuat perubahan atau meneruskan kesalahan. Tuhan Maha Tahu apa
yang kita lakukan di dunia. Bahkan tidak ada satupun daun jatuh kecuali dengan
kehendakNya. Hanya kitalah pemimpin bagi ruh kita J (thi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar