FSE #2
Forum
Study Ekonomi (FSE) sesion 2 kembali diadakan oleh Himpunan Mahasiswa
Pendidikan Ekonomi pada tanggal 25 April 2013. Pada kesempatan ini FSE memuatt
tema “Sudah Sukseskah Pendidikan Indonesia ?” dengan dua pembicara yaitu Prof.
Suyanto, Ph. D. Dan Riska Dwi Astuti.
Berbeda
dengan forum lainnya di FSE diadakan diskusi dari dua perspektif yaitu dari
perspektif mahasiswa dan pakar. Dari perspektif mahasiswa diwakili oleh Riska
Dwi Astuti (mahasiswa Pendidikan Ekonomi 2011). Riska memaparkan berbagai hasil
survei dari UNESCO dimana pendidikan Indonesia menempati urutan ke 69 dari 127
negara sedangkan negara tetangga seperti Malaysia berada di urutan 65 dan
Brunei Darussalam di urutan 35. Hal tersebut sedikit banyak menggambarkan
keadaan pendidikan Indonesia yang belum maju karena disebabkan oleh faktor
angka melek huruf rendah, angka partisipasi sekolah rendah dan angka putus
sekolah yang juga sama-sama rendah. Ironisnya pendidikan di Indonesia terendah
masih di dominasi oleh Indonesia wilayah Tengah dan Timur. Hal ini menandakan
bahwa pendidikan Indonesia selain belum sukses juga belum merata hanya terpusat
di Jawa, di Luar pulau Jawa banyak daerah tertinggal dan tidak terjamah oleh
pendidikan. Riska juga menambahkan sekarang ini banyak mahasiswa yang tidak
serius bila mengikuti perkuliahan padahal mahasiswa sebagai agen perubahan
seharusnya menjadi panutan dan harapan yang besar bagi Indonesia. Riska juga
mengajak semua peserta yang hadir di FSE bahwa mahasiswa bukan sekedar berkata
“nyalakan cahaya” namun harus dengan bukti konkret di dunia pendidikan karena
peran mahasiswa sangat dibutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat Indonesia dan
demi menuju Indonesia yang lebih baik.
Sesi
kedua dibersamai oleh Prof. Suyanto, Ph. D (guru besar FE UNY, mantan rektor UNY dan mantan dirjen manajemen
dikdasmen kemendiknas RI). Senada dengan perspektif mahasiswa, beliau juga
mempertanyakan apakah pendidikan kita sudah hebat ? melalui data yang diambil
dari survei PISA (Programme for
International Student Assessment) tahun 2009 menunjukkan bahwa dari 6
level hampir semua siswa Indonesia hanya menguasai pelajaran sampai level 3 saja, sementara negara
lain banyak yang sampai level 4, 5, bahkan 6. Dengan keyakinan bahwa semua
manusia diciptakan sama, interpretasi dari hasil ini hanya satu, yaitu: yang diajarkan di Indonesai berbeda dengan
tuntutan zaman atau penyesuaian
kurikulum belum berjalan lancar.
Data kedua diambil dari TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study) dan PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study). Hasil yang didapat dari kedua survei tersebut menunjukkan
bahwa rata-rata siswa di Indonesia mempunyai tingkat curiositas atau
keingintahuan rendah. Siwa tidak tahu apa tujuan yang diperoleh ketika
mengambil mata pelajaran tertentu sehingga dalam proses belajar mengajar siswa
tidak antusias. Sedangkan di negara maju tingkat curiositas siswa tinggi dan
siswa menjadi sangat memahami pelajaran yang diberikan.
Prof. Suyanto, Ph. D. Juga memaparkan satu-satunya cara yang efektif
dalam membangun indeks pembangunan manusia adalah dengan pendidikan. Namun
kendala yang dihadapi Indonesia adalah jumlah pelajar di Indonesia yang sangat
banyak dan membutuhkan keseriusan dan dukungan dari semua pihak dari seluruh
aspek masyarakat Indonesia (rodhiah).