Senin, 20 Oktober 2014

Indonesia Ngutang Luar Negeri (Lagi)



Utang luar negeri Indonesia semakin membengkak dan mengancam perekonomian negara kita. Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan mencatat, utang luar negeri Indonesia per Februari 2014 lalu mencapai US$ 272,1 miliar. Angka ini naik 7,45% ketimbang periode yang sama di 2013. Kenaikan utang luar negeri itu didorong peningkatan utang luar negeri sektor swasta yang melonjak signifikan. Per Februari 2014, utang luar negeri swasta mencapai US$ 143,07 miliar. Dibanding periode yang sama tahun 2013 lalu, nilai utang luar negeri swasta kita meningkat 11,68%.
Dalam tiga tahun terakhir, utang luar negeri swasta memang meningkat terjal. Yang mengkhawatirkan, sejak 2013 lalu, porsi utang swasta sudah melebihi utang pemerintah dan bank sentral. Porsi utang luar negeri swasta per Februari 2014 mencapai 52,58% dari total utang luar negeri Indonesia, sedangkan porsi utang luar negeri pemerintah 47,42%.
Pembengkakan utang tersebut juga tercermin pada rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun 2013, yang naik menjadi 30,35%. Angka tersebut sudah di atas rasio utang luar negeri terhadap PDB pada krisis keuangan 2008 lalu (30,1%).
Memang, rasio ini masih tergolong sehat karena masih di bawah batas aman rasio utang terhadap PDB di level 60%. Cuma, satu hal yang mencemaskan, indikator rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor alias debt service ratio (DSR) begitu tinggi. Rasio pembayaran utang luar negeri sepanjang 2013 tercatat sebesar 42,73%. Malah, jika dihitung per kuartal, DSR pada kuartal IV–2013 sempat menyentuh 52,7%. Artinya, lebih dari separuh penerimaan ekspor terpakai untuk membayar utang.
Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, mengatakan, kenaikan DSR memang patut diwaspadai. Apalagi, saat ini DSR sudah jauh di atas DSR pada saat krisis moneter 1998 lalu. Tahun 1997, rasio pembayaran utang luar negeri cuma sebesar 35% dari penerimaan ekspor kita. Menurut Mirza, pangkal pemburukan DSR ada dua: utang luar negeri yang terus bertambah dan laju ekspor yang menurun.
Source: KONTAN MINGGUAN 32 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Sampai Kapan Utang Luar Negeri Dibutuhkan
Mungkin yang menjadi pertanyaan para esseners adalah mengapa utang luar negeri dibutuhkan? Mengapa negara kaya akan SDA sepert kita masih tetap utang?. Karena bagi sebagian besar orang, utang luar negeri selalu dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Bila utangnya meningkat, mereka menilai bahwa martabat negara semakin rendah karena ketergantungan terhadap luar negeri semakin besar. Karena itu membuat utang luar negeri menjadi nol atau tidak ada utang sama sekali, merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan. Tentu saja ide semacam sangat indah dan menarik semua orang, tetapi sebenarnya tidak realistis, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia.
Memang benar bahwa dalam pembiayaan pembangunan, utang luar negeri hanya salah satu cara. Disamping itu masih ada cara lain yang bisa ditempuh yang bersumber dari dalam negeri, yakni mencetak uang baru atau penjualan obligasi pemerintah melalui pasar modal domestik. Namun perlu disadari bahwa masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangan dan dalam hal tertentu keharusan untuk memilih utang luar negeri tidak bisa dihindarkan. Utang luar negeri sering dipandang merugikan karena beberapa hal.Pertama dan yang mungkin paling utama, bahwa utang luar negeri menimbulkan beban pembayaran dimasa mendatang, baik yang berupa cicilan pokoknya ataupun cicilan bunganya. Ini berarti bahwa utang luar negeri pada akhirnya hanya menciptakan transfer kekayaan dari dalam negeri ke luar negeri.
Disamping itu, terutama untuk kasus Indonesia, pandangan negatif terhadap bantuan asing juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Dalam GBHN dijelaskan bahwa bantuan luar negeri sifatnya hanya pelengkap dan karena itu peranannya sedikit demi sedikit akan dikurangi. Tetapi dalam kenyataan, sejak berdirinya pemerintah orde baru, peranan bantuan luar negeri menunjukkan kecenderungan yang meningkat bahkan sejak tahun 1980-an semakin dominan.
Yang terakhir, pandangan negatif tersebut juga sering didramatisirkan oleh factor-faktor yang sifatnya tidak terduga, misalnya apresiasi nilai Yen terhadap dollar. Dengan meningkatnya nilai Yen, yang berarti untuk memperoleh sejumlah Yen yang sama diperlukan jumlah Dollar yang banyak, beban utang luar negeri semakin bertambah berat, karena beban itu semakin besar nilainya dalam Yen, sementara itu sebagian besar pendapatan devisa dari ekspor diterima dari dollar.
Sebenarnya yang menentukan perlu tidaknya utang luar negeri adalah jenis pembangunan yang akan dibiayai. Bila yang dibangun adalah proyek-proyek yang sarana pendukungnya sudah tersedia didalam negeri, maka bantuan luar negeri tidak dibutuhkan. Pendanaan yang bersumber dari dalam negeri sudah cukup. Bahkan pinjaman luar negeri akan berakibat negatif ganda. Pertama, utang luar negeri sudah menciptakan beban dimasa datang, dan kedua berpotensi besar untuk menciptakan inflasi. Yang terakhir ini benar karena untuk bisa digunakan dalam transaksi di dalam negeri, utang itu harus ditukar ke Bank Sentral untuk mendapatkan rupiah, yang berarti menambah uang beredar (uang primer). Ini sama saja dengan proses pencetakan uang baru.
Sebaliknya bila proyek yang dibangun itu membutuhkan komponen yang diimpor, utang luar negeri mutlak diperlukan, selama pemerintah tidak mempunyai devisa untuk membiayainya. Bila tidak, proyek tersebut tidak pernah akan terwujud. Dalam hal ini, pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri tidak mungkin dilakukan karena untuk mengimpor tidak bisa dilakukan dengan uang rupiah. Misalnya, pemerintah ingin memperbaiki SDM dengan mengirimkan karya siswa ke luar negeri, pembiayaan harus dilakukan dengan mata uang asing (devisa).
Dengan demikian jelas bahwa tidak dikehendaki tidak ada utang sama sekali, ada konsekuensi yang harus ditanggung, yakni pemerintah melalui perdagangan internasional harus mampu menciptakan surplus devisa yang terus menerus atau kalautidak, kita tidak usah membangun proyek-proyek yang membutuhkan komponen luar negeri. Nampaknya untuk saat sekarang keduanya sulit dipenuhi. Selama tidak dapat memenuhi satu dari dua konsekuensi tersebut, selama itu pula utang luar negeri tetap dibutuhkan.
Karena itu yang penting sebenarnya bukan perlu tidaknya utang luar negeri, tapi mampu tidaknya membayar utang yang dimiliki. Indonesia, Korea dan Malaysia juga termasuk pengutang berat. Meskipun utangnya besar tetapi bila mampu membayar akan lebih terhormat dari pada utang sedikit tetapi tidak mampu membayar. Sehingga inti persoalannya terletak pada penggunaan bantuan itu. Yang penting, bila sudah jatuh tempo, kita sudah menghasilkan devisa untuk melunasinya.
Lantas bagaimanakah dengan utang luar negeri yang dilakukan oleh pihak swasta. Untuk apakah utang tersebut. Alasan apa yang mendasari swasta memiliki porsi utang luar negeri lebih besar dibanding utang luar negeri pemerintah?. Satu alasan yang mendasar adalah karena bunga bank luar negeri rendah.
Chief economist at the Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan bahwa alasan swasta utang ke luar negeri karena bunga yang rendah adalah  hal yang lumrah dalam kacamata bisnis. Hal ini terjadi karena Bank Indonesia gagal menciptakan iklim berbisnis yang kompetitif.

Purbaya mengakui bila ada peningkatan utang swasta sebesar 12%. Lantaran perbankan Indonesia tidak lagi memberikan kemudahan dalam penyaluran kredit. Lagi pula perbankan banyak yang mengerem kredit. Utang swasta kini mencapai US$140 miliar. Tidak hanya sampai di situ, lanjut Purbaya, ketika suku bunga acuan Bank Indonesia naik, spontan suku bunga pinjaman terkerek naik. Namun akan susah turun jika suku bunga acuan mulai turun. Oleh karena itu, Bank Indonesia harus bercermin pada kenyataan tersebut. Setidaknya BI rate saat ini harus menyesuaikan dengan fundamental yang ada. (ed:666)

2 komentar:

  1. Setiap negara pasti berhutang, berhutang kepada siapa? Siapa yang memberi permintaan hutang? Dan siapa yang menjamin pemberian hutang itu?

    REKENING ANAK NEGERI UNTUK SENYUM IBU PERTIWI.

    "Kuletakkan dunia di tanganku, kuletakkan Tuhan di hatiku."
    ~IHW - GCA Owner~
    youtube.com/watch?v=ugqSKYddTa4

    Sejarah GCA
    https://www.youtube.com/watch?v=g0raiyIj7sU

    Info lebih lanjut,
    https://mediapatriotbhayangkara.wordpress.com/2016/12/04/menguak-sosok-owner-global-collateral-account-103-357-777-inderawan-hery-widyanto/

    https://mediapatriotbhayangkara.wordpress.com/2016/12/20/mencermati-pencetakan-uang-ri-baru-dalam-perspektif-global-collateral-account-representative/

    https://mediapatriotbhayangkara.wordpress.com/2016/12/08/sinuwun-inderawan-hery-widyanto-peduli-wujudkan-indonesia-poros-moneter-dunia/

    https://mediapatriotbhayangkara.wordpress.com/2016/12/26/peran-gca-dalam-pencetakan-uang-beredar-untuk-percepatan-pertumbuhan-ekonomi/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'

      Hapus